Dalam bab ini rakyat miskin dari
16 negara berkembang bercerita mengenai pengalaman mereka dalam menggunakan
jasa keuangan mikro institusional. Suara nasabah ini menunjukkan dengan jelas
bahwa kemiskinan dan kurangnya pendidikan tidak menghalangi pengetahuan tentang
bisnins sehat, pertimbangan jelas mengenai keunggulan komparatif dari pilihan
yang tersedia, atau kemampuan unut menanggulangi hambatan.
Nasabah juga bercerita bagaimana
akses atas keuangan mikro dapat menolong mereka dalam kesulitan parah, dan
mengenai peran yang dapt dimainkan untuk memajukan kepercayaan pada diri
sendiri.
“dalam banyak hal semua nasabah keuangan mikro adalah serupa di seluruh
dunia”
Bab ini menceritakan pengalaman
beberapa orang yang merupakan nasabah lembaga keuangan mikro; dimana
memungkinkan, dinyatakan dalam kata-kata mereka sendiri. Dengan beberapa pengecualian,
suara yang didengar disini adalah dari tahun 1990an. Semua pernyataan tersebut
dipilih dari ceritera lisan dan tulisan nasabah keuangan mikro yang
dikumpulkan.
Ada lima perntanyaan yang
disikapi disini :
- Apakah orang miskin memahami produk dan jasa keuangan mikro, dan apakah mereka mengetaui bagaimana menggunakanya?
- Dapatkah keuangan mikro membantu masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi untuk mengembangkan dan mendiversifikasi usaha dan meningkatkan pendapatan mereka?
- Dapatkah akses atas jasa keuangan meningkatkan kualitas hidup para nasabah keuangan mikro?
- Dapatkah akses atas jasa keuangan mikro membantu masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi dalam saat-saat kesukaran rumah tangga yang parah?
- Dapatkah lembaga keuangan mikro yang sukses memajukan kepercayaa pada diri sendiri para nasabah mereka?
Meskipun semua persoalan ini
saling berkaitan, mereka dibahas secara terpisah untuk menyoroti pandangan
nasabah mengenai masing-masing topic. Informasi lain juga muncul. Kami belajar
bagaimana semua nasabah keuangan mikro ini mengelola sumber daya mereka;
bagaimana mereka menabung “up”, “down”, dan “through”; untuk maksud apa kredit
dan tabungan mereka digunakan; dari sumber apa mereka membayar kembali pinjaman
mereka; bagaimana mereka menghasilkan cukup keuntungan untuk membayar bunga
pinjaman mereka; bagaimana mereka mengembangkan peluang menghasilkan pendapatan
dengan tabungan; dan bagaimana mereka menciptakan pekerjaan bagi orang lain.
Apakah Penduduk Miskin Memahami Produk dan Jasa Keuangan Mikro, dan Apakah
Mereka Mengetahui Bagaimana Memanfaatkanya?
Sepanjang awal tahun 1980an,
ketika pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk mengubah BRI unit desa ke system
perbankan mikro komersial, banyak petugas Indonesia merasa sangat khawatir
bahwa “ penduduk desa kami tiak ‘menyukai bank’”. Pada waktu itu ada banyak
pandangan yang berlaku dalam pemerintah dan sector keuangan bahwa penduduk
pedesaan negara adalah miskin dan tidak berpendidikan, tidak memahami
persyaratan kredit sector Formal dan tidak akan membayar kembali pinjaman bank,
tidak mempercayai bank, dan tidak menabung sama sekali (karena mereka
mengkonsumsi semua yang mereka hasilkan) atau lebih suka menabung dalam hewan
atau emas (karena tidak “cukup dewasa” untuk menabung dalam bank).
Biasanya pandangan seperti itu
dirasakan oleh baik masyarakat miskin perkotaan maupun masyarakat miskin
pedesaan. Nampaknya ada kekhawatiran dalam sector kuaangan Formal mengenai
apakah rakyat berpenghasilan rendah cukup terdidik, termotivasi, dan banyak
mengenal keuangan untuk secara masuk akal mampu mengelola sumber daya mereka
dan memanfaatkan jasa keuangan secara efektif. Beberapa contoh persepsi nasabah
disediakan dibawah ini:
1.
Indonesia: Memahami Suku Bunga
Pada awal tahun
1980an TS sorang petani Indonesia yang memiliki sebidang kecil sawah, pergi ke
kantor BRI unit desa local untuk mengangsur pembayaran kredit subsidi BIMAS. Pada
waktu itu sistem BRI unit desa meminjamkan dengan suku bunga efektif nominal
12% per tahun dan membayar suku bunga 15% pertahun untuk tabungan kecil. Saya kebetulan
berada di kantor unit ketika TS datang berkunjung, dan kita mulai membicarakaan
pinjamanya dan kemudian mengenai tabunganya.
Msr : Apakah
bapak juga menabung di kantor unit ini?
Ts: Tidak, tetapi saya mempunyai rekening
tabungan di bank pasarMsr: Berapa bunga yang bapak terima dari bank itu?
Ts: 12 persen pertahun
Msr: Tetapi BRI membayar bunga 15 persen pertahun
untuk tabungan. Karena bapak harus kesini untuk membayar angsuran kredit,
mengapa bapak tidak menabung disini untuk menerima bunga lebih tinggi?
Ts: Saya sudah dapat melihat poster yang
menyebutkan bahwa BRI membayar 15 persen. Namun percertakan berbuat kesalahan –
poster itu salah.
Msr: Mengapa bapak menganggap bahwa percetakan
berbuat kesalahan?
Ts: Kita mempunyai pemerintah yang baik dengan
banyak orang pandai. Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Apakah ibu menganggap
bahwa pemerintah yang berpikiran sehat akan meminjamkan dengan 12 persen dan
membayar 15 persen untuk tabungan? Itu akan membangkrutkan negara. Pemerintah
kita tidak akan pernah melakukan itu!
2.
Kenya: Permintaan Produk Tabungan
NR,
seorang wanita yang memiliki dan menjalankan toko kecil di Naroibi, dimana ia
menjual radio, suku cadang radio, dan kadang-kadang televisi kecil; toko juga
memperbaiki radio. Saat ia ditanyai
dengan pertanyaan “apakah kalau K-REP (Program Usaha Pedesaan Kenya) menawarkan
ketiga instrumen ini dia akan tertarik, yakni tabungan berbunga yang
memungkinkan penarikan tanpa batas, rekening tabungan dengan suku bunga tinggi
dimana penarikan diatasi sapmai 2 kali per bulan, dan rekening deposito
berjangka yang bernunga paling tinggi diantara ketiga produk tetapi membebani
denda untuk penarikan dana sebelum jatuh tempo. Ia langsung menjawabnya: “saya
ingin mempunyai ketiga rekening semuanya karena mempunyai manfaat yang berbeda.
Rekening yang memungkinkan penarikan dana setiap saat ditunakan untuk membeli
suku cadang radio. Rekening yang memungkinkan penarikan dana 2 kali dalam
sebulan digunakan untuk membayar gaji karyawan. Dan rekening deposito ditunakan
untuk menabung”.
3.
Bangladesh: Pengelolaan sumber daya yang
langka
TB
adalah nasabah Asosiasi Kemajuan Sosial (ASA), suatu lembaga keuangan mikro di
Bangladesh. Ceritanya menujukkan dengan jelas mengenai banyak keputusan rumit
yang diambil oleh rakyat miskin daslam mengelola sumber daya mereka yang
langka. Yang intinya dia ketika ia mendapat pinjaman, ia mempergunakan uangnya
untuk abangnya, untuk ayahnya, dan sebagian lagi disimpan untuk angsuran. Dan
pada saat yang memungkinkan ia mengambil uang dari abangnya dan ayahnya untuk
memulai usaha dan untuk membayar angsuran, yang mana usaha yang dijalankanya
dengan membeli kambing, membeli becak, melakukan sewa guna tanah, semua ia
lakukan dengan bertahap.
4.
Peru: Kredit sebagai landasan peluncur
DM
memperoleh pinjaman pertamanya tahun 1982. Ia menggunakan uang itu untuk
membeli persediaan barang dagangan untuk
kios pasarnya yang kecil, usaha yang masih ditekuninya sewaktu wawancara 1996. Ia
menjual bahan kebutuhan pokok, menjalalankan usaha dari kiosnya pada pagi hari
dan dari rumahnya pada sore dan malam hari. Suaminya bekerja sebagai buruh
lepas dan ia bersama dengan tiga dari anak-anak mereka membantu dalam usaha
penjualan makanan.
Dua
dari anaknya menjalankan usaha mikro. Yang satu menjalankan gabungan percetakan
dan toko bahan kertas yang terletak berseberangan dengan rumah keluarga; ia
juga telah mendirikan salon kecantikan dalam toko yang dikontrakkan kepada
beberapa ahli kecantikan setempat. Putra yang lain memiliki toko reparasi
peralatan listrik yang terletak dirumah yang berbatasan. Selain itu, rumah
tangga memiliki satu mesin foto kopi dan menyediakan fotokopi. Kemudian DM
memenuhi syarat untuk menerima pinjaman dari Accion Comunitaria berdasrkan kios
pasarnya. Dan kemuidian ia meminjam lagi uang dari Accion Comunitaria. Pada
saat wawancara, DM berturut-turut sudah mengambil 91 kali pinjaman dari Accion
Comunitaria.
5.
Bangladesh: Menabung untuk masa depan
SafeSave,
koperasi berdasarkan tabungan yuang menyediakan jasa keuangan untuk para
penghuni kawasan kumuh di Dhaka, mewawancarai sejumlah nasabahnya pada tahun
1997-1998. Kebetulan respondenya adalah seorang janda. Yang intinya, ia harus
menabung untuk masa depanya seperti semua orang, karena saat ini ia tak
mempunyai putra lagi, dan apabila ia tidak menabung, maka ia tidak dapat hidup
di masa tuanya. Pekerjaanya adalah pengemis yang jadwal kerjanya tidak setiap
hari, dan hanya keluar beberapa jam saja. Meskipun demikian, ia lebih banyak
menabung dibandingkan dengan beberapa orang yang bekerja. Dan ia berharap dapat
menikmati masa tuanya dengan tidak terkatung-katung.
6.
Indonesia: memanfaatkan bersama produk
kredit dan tabungan
RT
dan BT, adalah sepasang suami istri yang berasal dari Bali, dan sekarang sudah
mempunyai 10 macam usaha yang berbeda. Bermula ketika ia menjadi nasabah pada
BDB (Bank Dagang Bali) tahun 1980. Pada waktu itu BT adalah seorang pelayan dan
RT adalah pengemudi. Ketika tabunganya sudah memadai, ia membeli sebuah sepeda
motor yang mereka sewakan. Dan mereka gunakan sepeda motor tersebut sebagai
agunan untuk mendapat pinjaman dari BDB, dan mereka gunakan pinjaman tersebut
untuk mendirikan sebuah rumah makan kecil dengan empat meja, usaha tesebut
menguntungkan, dan mereka memanfaatkan laba untuk membeli tanah. Lalu mereka
gunakan tanah tersebut untuk mendapat pinjaman yang lebih besar dari bank, dan
membuka rumah makan yang lebih besar, begitu selanjutnya usaha yang ia
jalankan, sampai ia mempunya 10 macam usaha yang berbeda.
Semua suara tersebut menunjukkan secara nya ta bagaimana
jelas rakyat berpenghasilan rendah memahami penggunaan keuangan. Para ahli
keuangan akan menghadapi kesukaran untuk mengajar mereka seperti perempuan di
pasar Peru, istri di keluarga petani pedesaan Bangladesh, atau pelayan
Indonesia tentang bagaimana memaksimalkan sumber daya mereka atau bagaimana
menggunkan jasa keuangan yang tersedia dengan lebih baik dibandingkan dengan
yang sudah mereka lakukan. Apabila jasa keuangan yang cocok bagi kebutuhan
mereka tersedia, semua orang ini mengetahui dengan baik bagaimana
menggunakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar